Kamis, 30 Agustus 2012

Du Pere Lachaise


pere lachaise




pintu masuk Du Pere Lachaise


Dalam liburan kali ini ke Paris, saya ingin pergi ke tempat lain yang belum pernah saya kunjungi. Kemana? Ke sebuah pemakaman umum yang bernama, Du Pere Lachaise. Letak tempat ini di sebelah timur distrik 20, makam ini tercatat sebagai salah satu makam paling kondang, karena di dalamnya bersemayam jasad orang-orang terkenal sedunia.

 Setelah sarapan pagi  perjalanan pun dimulai.  Dari Hotel Marriott yang letaknya di daerah Paris Colombes, saya naik bis menuju stasiun metro La Defense. Dari sini saya harus ganti metro sampai tiga kali. Begitu keluar dari stasiun metro yang ketiga, saya pun turun di stasiun Pere Lachaise. Dan tepat di samping stasiun ini  merupakan area pemakaman Du Pere Lachaise. Sebelum masuk ke dalam tempat pemakaman ini, sebaiknya kita membeli dulu peta yang dijual di pintu masuk.  Karena tempatnya lumayan luas memang harus dipandu dengan peta biar tidak tersasar.  Di depan pintu masuk bukan hanya dijual peta tapi juga post card.  Harga sebuah  peta 2 euro. Begitu saya memasuki gerbangnya...wow...ternyata banyak juga wisatawan asing yang datang ke tempat ini ternyata memang  tempat ini sudah menjadi salah satu tujuan wisata kota Paris. 

Strategi Jitu yang Membuatnya Kondang

Area Du Pere Lachaise luasnya sekitar 43 hektar dan ini merupakan tempat pemakaman terluas di Paris. Memasuki pintu gerbangnya langsung disergap suasana yang sunyi senyap. Banyak bangunan-bangunan nisan dan monumen-monumennya mencerminkan gaya arsitektur abad ke 18.  Jalan-jalan di dalamnya banyak merupakan tangga-tangga tinggi yang terbuat dari batu. Antara satu makam dengan makam yang lain  terlihat saling berdempetan saking padatnya. Padahal  konon sejarahnya dulu makam ini kurang mendapat sambutan warga Prancis, karena letaknya jauh dari pusat kota.  Pengelolanya mesti menerapkan strategi memboyong jenazah orang terkenal agar diikuti warga Paris lainnya.


Mulanya adalah Jean de la Fontaine [sastrawan Prancis] dan Jean-Baptiste Poquelin atau lebih dikenal sebagai  Molière [dramawan Prancis] yang dimakamkan di sana pada tahun 1804.  Cara jitu inilah yang membuat Cemetery du Pere Lachaise jadi menarik calon konsumen.Dari situ akhirnya, banyak orang-orang terkenal yang bercita-cita ingin dimakamkan di sana bersama dua warga Prancis yang punya nama besar tadi.  Dengan sendirinya, lahan makam pun ikut ‘membengkak' karena banyaknya peminat.  Tercatat sudah enam kali dalam seabad makam ini diperluas.
 

 
Makam Jim Morrison yang Menyempil

Ketika kaki saya memasuki area ini, tempat pertama yang ingin saya ziarahi adalah makamnya Jim Morrison, vokalisnya The Doors. Dengan bantuan peta dan setelah jalan kaki cukup jauh dengan menaiki tangga-tangga yang terbuat dari batu dan berbelok-belok di jalan-jalan yang cukup sempit, akhirnya sampai juga di makam vokalis The Doors itu.  Ternyata makamnya menyempil di dalam. Di batu nisannya tertulis nama panjangnya, James Douglas Morrison, 1943 - 1971. Saya tidak menyangka sampai hari itu, makamnya masih dibanjiri oleh para fans beratnya juga turis tentunya. Makamnya kecil dan tidak istimewa.  Bahkan tempatnya bukan hanya agak nyempil, tapi juga  berdesak-desakan dengan makam yang lain. Di atas pusaranya diletakkan fotonya juga puisi yang ditulis di atas kertas dan digulung dengan pita hitam, serta lilin yang saat itu masih menyala, juga buket bunga segar yang diletakkan oleh para fansnya yang masih memujanya sampai hari  ini


makam Jim Morrison


Pusara Frederic Chopin  Indah dan Klasik

Dari sana saya berjalan lagi menyusuri  jalan sempit dan harus turun naik tangga menuju makam komposer terkenal dunia, Frederic Chopin. Makam ini sangat terkenal bahkan saya juga tahu ini dari film documenter bertitel “Du Pere Lachaise”  yang diputar di Jiffest beberapa tahun lalu. Rumah abadi Chopin


 
letaknya memang tidak terlalu jauh dari makamnya Jim Morrison. Monumen makam Chopin berupa patung dirinya yang dipahat indah terbuat dari marmer. Banyak orang yang berziarah di pusaranya, sampai saya susah untuk mengambil gambar. Di bawah monumennya banyak diletakkan rangkaian bunga-bunga segar juga lilin-lilin yang menyala. Makamnya memang bagus bernafas klasik seperti musik yang dimainkannya. Saya tak menyangka... akhirnya bisa  juga memegang batu nisan komposer kelas dunia yang lagu-lagunya begitu indah dan abadi hingga kini. 


makamnya Chopin


Nisan-nisan yang Unik

Di tengah-tengah area pemakaman ini kita bisa menemukan beberapa taman dan bangku untuk duduk-duduk. Nisan di sini banyak berupa monumen berbentuk patung-patung yang mungkin  menggambarkan keadaan mereka sewaktu mereka masih hidup dulu.  Selain itu ada juga yang bentuknya bangunan kecil seperti rumah. Monumen-monumennya begitu sangat unik. Semuanya merupakan bentuk peringatan atau ingatan kepada orang-orang yang dicintai yang telah meninggal dunia.  Umumnya satu makam dibuat untuk beberapa anggota keluarga. Seperti makamnya Edith Piaf, penyanyi Prancis yang sangat kondang dengan lagunya La vie en rose.  Di pusaranya tertulis 3 nama yaitu ; Louis Alphonse Gassion, Madame Lamboukas dite Edith Piaf , dan Theoponis Lamboukas. Makam Edith Piaf terbilang sederhana. Pusaranya juga banyak didatangi para turis dan juga para penggemarnya.

Tempat pemakaman ini, selain menjadi  tujuan wisata,  juga menjadi oase bagi mereka yang ingin mencari ketenangan di tengah bisingnya kota,  selain itu ada pula yang datang untuk meditasi di makam-makam orang terkenal. Misalnya banyak pengunjung yang datang setiap hari  untuk menyentuh patung perunggu Allan-Kardec, filsuf spiritualis besar, agar keinginan mereka dipenuhi .


makam Edith Piaff, penyanyi kondang Prancis




Pemandangan yang Menyentuh

Dan di antara perjalanan di Pere Lachaise ini saya melihat beberapa adegan yang  begitu menyentuh. Ada seorang nenek tua datang lalu mengambil air di botol ukuran besar (di sana tersedia kran-kran air). Lalu nenek tua itu membersihkan makam suaminya dengan menggosoknya dengan sikat lalu mengguyur dengan air. Setelah itu, dia mulai menyirami pot-pot bunga yang diletakkan di atas nisan. Kelihatan sekali  ia sangat mencintai suaminya.  Tak jauh dari situ saya juga melihat perempuan muda duduk dengan wajahnya yang masih berduka duduk memandangi nisan ntah siapa, mungkin orang tuanya, adik atau kakaknya, atau mungkin juga kekasihnya. Yang tidak pernah saya lupa adalah ketika saya bertemu dengan seorang wanita yang mungkin usianya sekitar  50 tahun-an.  Dia sedang membersihkan makam yang di atas nisannya terpampang foto wajah seorang pria ganteng. Ketika ditanya, ternyata itu adalah makam suaminya. Suaminya meninggal saat mereka belum lama menikah. Baru sekitar 2 tahun pernikahan, tiba-tiba suaminya meninggal tersengat lebah. Dan sampai saat ini perempuan itu masih setia menziarahi dan mebersihkan makam orang yang dicintainya dengan sepenuh hati.





Pesohor-pesohor  yang Dimakamkan Di sini

Menjelajahi Du Pere Lachaise memang tidak bisa sebentar, paling tidak  membutuhkan waktu dua jam untuk mengitarinya.Tempat ini  untuk sebagian orang katanya juga merupakan splendid park. Tetapi kebanyakan turis datang ke tempat ini untuk melihat makam-makam orang terkenal seperti  penyanyi opera Maria Callas, aktris Sarah Bernhardt,  Vincenzo Bellini, Luigi Cherubini, Georges Enesco,  penulis Oscar Wilde , Auguste Comte (Bapak Positivisme), Eugene Delacroix, Michel Drach (Film Director), Alfred de Musset, Marcel Proust, Michel Petrucciani, Honore de Balzac, Marcel Marceau, Victor Noir dan masih banyak lagi.

Saat saya menjelajahi tempat ini banyak sekali renungan yang hinggap di benak saya. Hidup itu begitu fana. Mereka yang dimakamkan di sini dulunya adalah seorang komposer, penyanyi, bintang film, jenderal, gubernur, penulis, pejabat,  bangsawan, raja, pelukis, pematung, filsuf, astronom dan masih banyak lagi yang semuanya dulu adalah orang-orang hebat, tapi kini mereka tinggal nisan yang dingin, diam, dan sepi. Tak ada yang pernah tau kemana dan di mana mereka sekarang?  Mereka tak lagi bicara. Mereka hanya kenangan yang makin hari makin samar. Lalu hilang ditelan waktu. Du Pere Lachaise adalah tugu peringatan bagi setiap manusia bahwa kehidupan itu fana adanya: dari tiada - ada lalu kembali tiada.






Rabu, 29 Agustus 2012

Arc de Triomphe, Notre Dame...





Akhirnya sampai juga kita di gerbang Arc de Triomphe, merupakan gerbang kemenangan yang dibuat untuk merayakan kemenangan Napoleon Bonaparte.  Kebetulan saat itu  sedang ada upacara tentara veteran. Tentara-tentara itu baris berbaris dengan seragam khususnya. Unik, sembari membayangkan aki-aki ini pasti dulunya pada gagah-gagah :)   Tak ayal lagi mereka pun menjadi tontonan para turis. Dulu waktu pertama liat tugu kemenangan ini rasanya gimana gitu. Tapi kalau udah yang ketiga kalinya, ya...biasa aja. Justru lebih suka liat pemandangan di sekitarnya.  Kita berada di tengah-tengah jalan raya yang lebar-lebar. Gak lama-lama di tempat ini  kita harus ngejar waktu ke Notre Dame. Tapi sebelum ke sana mampir dulu ke di Champs Elysees boulevard yang sangat terkenal itu. Inilah salah satu dari napak tilasku belasan tahun lewat. Jalan dari ujung ke ujung, ngelewatin butik-butik terkenal, cafe-cafe berderet menyajikan aneka makanan ala Prancis juga kedai kopi yang so romantic. Blom lagi kalau ada yang mainin musik akordeon jadi makin betah. Minum kopi di teras sambil ngeliatin orang lalulalang dengan gaya yang modis baru terasa ada di Paris. 

Di sini kita gak bisa lama-lama karena masih harus melanjutkan perjalanan menuju gereja Notre Dame.  Perjalanan  dengan  metro terasa jauh. Belum lagi kita masih harus berjalan kaki yang lumayan jauh, padahal kaki rasanya udah mulai gempor. Pinggang capek banget. Perut  juga udah keroncongan, karena memang belum makan.  Skedul tetap harus berjalan. Tour hari itu memang harus sampai ke Notre Dame.  Setelah keluar dari metro langsung ketemu centrum. Kita terus berjalan kaki menyebrang jalan...melewati jembatan dengan sungai Seine  yang mengalir di bawahnya. Melewati lagi toko-toko dengan gang-gang yang ramai. Daerah ini lumayan menarik juga. Paris memang gak kenal malam. Sayang sekali sampai di gereja Notre Dame, gereja udah tutup. Halah...padahal udah dibela-belain. Tetep aja gak kekejar matahari udah tenggelam.  Temen yg belom pernah masuk ke dalam gereja, terpaksa gigit jempol. Ya udah pandangin aja gereja kondang ini dari luar dan nikmati pemandangan di sekitarnya yang juga indah. Hari makin gelap, perut makin kenceng bunyinya. Dari halaman gereja, kita pun baru mencari resto untuk makan. Lokasi tempat makannya bener-bener asik. Katanya sih ini tempat makan para mahasiswa.  Kayak pecinan gitu. Selain banyak jajaran resto aneka macam juga banyak aneka toko yg menjual cenderamata. Malam itu kita singgah di resto makanan  Asia. Aku memesan tom yam dan lumpia basah. Sementara yang lain memilih mie goreng, capcay, nasi, nasi goreng dan untuk minumnya kita semua memilih chinese tea.  Dari  daerah Notre Dame ini kita pulang naik metro kejurusan La Defense, dari situ kita masih harus naik  metro yang disambung bis untuk sampai ke hotel tempat kita menginap. Weleh sampai Mariott hari udah gelap. Perjalanan yang panjang dan bener-bener dari ujung ke ujung.  Ah leganya sampai hotel langsung istirohat.




Keliling Paris










Hari Sabtu pagi setelah sarapan di hotel, kita berangkat menuju museum Louvre.  Dari depan hotel bisa naik bis nomor 161 atau 272 untuk menuju stasiun Metro. Sesampainya di stasiun metro namanya La Defense, kita langsung beli tiket, bisa lewat loket atau lewat mesin.  Sebelumnya kita harus melihat jalur metro lewat peta yang ada di situ. Kita harus tahu di stasiun mana nanti kita harus turun dan di mana kita harus ganti. Begitulah tanpa terasa  sampai juga kita di  museum Louvre, karena musim liburan  dan musim panas pulak makanya buanyak banget yang datang ke tempat itu. Aku memilih menunggu di luar, kali itu aku kurang tertarik masuk ke dalam. Toch dulu aku sudah pernah masuk dan melihat lukisan-lukisan di dalamnya yang rasanya butuh waktu seminggu untuk bisa mengamati semua....saking besarnya! Aku memilih menunggu di luar. Melihat air mancur. Memandangi orang-orang, yg kebanyakan turis, pada berfoto-ria. Di Lovre sekarang masya ampun banyak pengasong yg nawarin air mineral, cenderamata walaupun polisi udah mengusir tetep aja mereka tetep nekat. He...ini Paris kok jadi begindang sekarang??

Setelah hampir dua jam menunggu lalu dari museum Louvre kita melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki menuju menara Eifel.  Perjalanan bisa dibilang agak jauh juga sebelum sampai di Eifel kita sempat melewati Jardin de Tuileries.  Ah aku jadi ingat masa-masa dulu bersama teman-temanku datang ke tempat ini di musim dingin.  Saat itu terasa indah. Pemandangan pun terlihat sangat puitis. Beda banget dengan situasi sekarang cuaca sangat terik. Gak ada romatis-romatisnya.  Belum lagi orang yang datang ke tempat ini aujubileh banyaknya minta ampun.  Kayak pergi ke pasar malem.  Sesampainya di bawah  menara Eifel,  selain orang bejubel banyak banget tukang asongan yang berasal dari Afrika. Mereka nawarin cenderamata seperti : syal-syal aneka rupa (inget di Tanah Abang),  replika Eifel dalam bentuk mini untuk pajangan, dan masih banyak lagi. Harganya sih lumayan miring timbang beli di toko cenderamata. Setelah foto sana foto sini di bawah menara Eifel, kita pun melanjutkan perjalanan ke Arc de Triomphe.