Selasa, 02 Juli 2013

Mont Matre.....


Setelah dari Du Pere Lachaise, kita jalan lagi ke Mont Matre. Hari itu matahari bersinar sangat teriknya. Perjalanan ke Mont Matre pun sangat jauh. Jika kita berjalan menuju ke daerah Mont Matre ini  kita akan banyak melihat  pendatang/imigran terutama orang-orang dari Aljazair selain orang Afrika tentunya. Tempatnya agak kumuh dan rame. Sepanjang jalan berjejer toko-toko yang menjual barang-barang murahan. Untuk menuju gereja Mont Matre jalannya menanjak tinggi sekali. huhahuhah....Capek deh! Setelah menaiki tangga yang lumayan tinggi di tengah matahari yang memancar dengan dahsyatnya akhirnya sampai juga ke atas lalu kita pun masuk ke dalam gereja.  Gereja di Mont Matre ini memang sangat terkenal sekali, karena itu tempat ini menjadi salah satu tujuan wisata orang-orang yang berkunjung ke Paris. Waktu berkeliling di dalam gereja sebenernya aku kurang menghayati. Karena asik dengan lamunan yang entah terbang ke mana....

                                        

Setelah puas keliling di dalam, kita pun keluar dari gereja...tiba-tiba  ah mataku tertumbuk pada sepasang suami istri yang udah tua sedang mengamen. Sang istri main akordeon, sementara sang suami main biola. Mereka  kompak main di tangga rumah. Ntah mengapa aku jadi  sangat terharu. Lalu  tanpa sadar aku menangis.  Aku samperin mereka, lalu kusorongkan euro di kotak biola yang ada di depan mereka, lalu si suami mengucapkan, "Merci!" Lagi-lagi air mataku  turun.  Aku kembali teringat orang  tuaku. Gila bener. Dan ntah mengapa  ketika  aku maju selangkah dari mereka, aku melihat  mobil roll royce parkir dan tanpa sengaja kubaca platnya,  masyaalah ...bertuliskan Indiana! Ajaib atau kebetulan?  Gak ada yang kebetulan. Lalu apa makna dari pemandangan ini??

sepasang suami istri yang menggugah







indiana 



Hari itu suasana di Mont Matre ramai sekali. Gila-gilaan. Mana udara puanas banget.  Kebetulan  juga lagi ada parade mobil antik dan mahal. Aku terkagum-kagum memandangi berderet mobil-mobil antik nan mewah.  Di tempat ini juga banyak kita temui seniman-seniman dengan atraksinya yang unik.  Salah satunya  ada seorang wanita yang seluruh tubuhnya dicat dengan cat warna tembaga.  Ia duduk di kursi dengan teko di pangkuannya lalu diletakkan penandah air (seperti baskom) di bawah dekat kakinya. Ia isi tekonya dengan air lalu teko dimiringkan  ke bawah dimana mangkok penampung sudah siap menadah.  Kemudian    matanya ia pejamkan, posisi badannya diam tak bergerak sepertinya ia tengah melakukan meditasi dan tampaklah  air menetes dari tekonya setetes demi setetes jatuh tepat di wadah di dekat kakinya. Wah....menarik sekali.  Sebuah kebolehan yang ciamik.  Hebatnya lagi ia tahan dijemur ditengah panas yang terik. 



Ke Mont Matre gak komplet kalo tidak melihat pasar seninya. Di tempat ini berkumpul para pelukis handal.  Harga-harga  lukisan di situ lumayan mahal (apalagi untuk kocekku) dan  yang paling banyak diburu orang  di sini adalah  membuat lukisan potret diri.  Banyak pelukis yang menawarkan jasa untuk melukis potret diri. Harga  yang mereka tawarkan sangat bervariasi sesuai dengan aliran atau gaya lukis mereka.  Ada yang menawarkan harga 20 euro dan dilukis hanya 10 menit.  Ada yang 40 euro.  Tinggal kita memilih. Temanku Ida gak mau menyia-nyiakan untuk dilukis oleh mereka.  Ida pun memilih salah satu pelukis wanita keturunan cina.  Dalam waktu kurang lebih 20 menit, ia selesai dilukis.  Pas lukisan itu jadi, Ida merasa tidak mirip dengan dirinya.  Tapi kita yang melihat (sebagai orang luar dan lebih obyektif) melihat lukisan itu benar-benar mirip dirinya.   Sepertinya si pelukis bukan hanya melukis wajah secara fisik, tapi dia bisa menangkap sesuatu yang tersirat di dalam pikiran/hati  obyek yang dilukisnya.  Aku melihatnya seperti itu. Huhuhu...






Kita tinggalkan Mont Matre  lalu kita jalan lagi cukup jauh...menuju sungai Seine. Karena si Nani  mau  mencoba naik boat menyusuri sungai Seine.  Kali ini aku memilih menunggu  saja di taman bersama Ida.  Sementara Chiel jalan-jalan sendiri.  Jadi yang naik boat keliling sungai Seine, Indah dan Nani.  Harga tiket  per-orang  10 euro.  Mereka berkeliling Paris sambil melihat obyek-obyek wisata dari atas sungai.  Boatnya lumayan besar dan bertingkat.  Kebanyakan orang memilih duduk di atas karena bisa leluasa melihat pemandangan di sekitarnya.  Sementara menunggu mereka melayari sungai Seine, aku duduk di taman sambil mengamati orang-orang yang lewat.  Mengamati lalu lintas yang lumayan ramai.  Sepasang kekasih yang sedang bercumbu di bawah jejeran pohon.  Saat itu aku merasa Paris tidak seindah dulu. Atau mungkin Paris di musim panas memang beda dengan di musim dingin? Ah gak tau ah.  Setelah menunggu satu setengah jam dan mereka turun dari kapal, akhirnya kita jalan lagi.  Sampailah kita di plaza yang ditengahnya ada patung Charles de Gaulle.  Aku lupa nama tempat ini. Dari situ kita pulang ke hotel.

Kamis, 30 Agustus 2012

Du Pere Lachaise


pere lachaise




pintu masuk Du Pere Lachaise


Dalam liburan kali ini ke Paris, saya ingin pergi ke tempat lain yang belum pernah saya kunjungi. Kemana? Ke sebuah pemakaman umum yang bernama, Du Pere Lachaise. Letak tempat ini di sebelah timur distrik 20, makam ini tercatat sebagai salah satu makam paling kondang, karena di dalamnya bersemayam jasad orang-orang terkenal sedunia.

 Setelah sarapan pagi  perjalanan pun dimulai.  Dari Hotel Marriott yang letaknya di daerah Paris Colombes, saya naik bis menuju stasiun metro La Defense. Dari sini saya harus ganti metro sampai tiga kali. Begitu keluar dari stasiun metro yang ketiga, saya pun turun di stasiun Pere Lachaise. Dan tepat di samping stasiun ini  merupakan area pemakaman Du Pere Lachaise. Sebelum masuk ke dalam tempat pemakaman ini, sebaiknya kita membeli dulu peta yang dijual di pintu masuk.  Karena tempatnya lumayan luas memang harus dipandu dengan peta biar tidak tersasar.  Di depan pintu masuk bukan hanya dijual peta tapi juga post card.  Harga sebuah  peta 2 euro. Begitu saya memasuki gerbangnya...wow...ternyata banyak juga wisatawan asing yang datang ke tempat ini ternyata memang  tempat ini sudah menjadi salah satu tujuan wisata kota Paris. 

Strategi Jitu yang Membuatnya Kondang

Area Du Pere Lachaise luasnya sekitar 43 hektar dan ini merupakan tempat pemakaman terluas di Paris. Memasuki pintu gerbangnya langsung disergap suasana yang sunyi senyap. Banyak bangunan-bangunan nisan dan monumen-monumennya mencerminkan gaya arsitektur abad ke 18.  Jalan-jalan di dalamnya banyak merupakan tangga-tangga tinggi yang terbuat dari batu. Antara satu makam dengan makam yang lain  terlihat saling berdempetan saking padatnya. Padahal  konon sejarahnya dulu makam ini kurang mendapat sambutan warga Prancis, karena letaknya jauh dari pusat kota.  Pengelolanya mesti menerapkan strategi memboyong jenazah orang terkenal agar diikuti warga Paris lainnya.


Mulanya adalah Jean de la Fontaine [sastrawan Prancis] dan Jean-Baptiste Poquelin atau lebih dikenal sebagai  Molière [dramawan Prancis] yang dimakamkan di sana pada tahun 1804.  Cara jitu inilah yang membuat Cemetery du Pere Lachaise jadi menarik calon konsumen.Dari situ akhirnya, banyak orang-orang terkenal yang bercita-cita ingin dimakamkan di sana bersama dua warga Prancis yang punya nama besar tadi.  Dengan sendirinya, lahan makam pun ikut ‘membengkak' karena banyaknya peminat.  Tercatat sudah enam kali dalam seabad makam ini diperluas.
 

 
Makam Jim Morrison yang Menyempil

Ketika kaki saya memasuki area ini, tempat pertama yang ingin saya ziarahi adalah makamnya Jim Morrison, vokalisnya The Doors. Dengan bantuan peta dan setelah jalan kaki cukup jauh dengan menaiki tangga-tangga yang terbuat dari batu dan berbelok-belok di jalan-jalan yang cukup sempit, akhirnya sampai juga di makam vokalis The Doors itu.  Ternyata makamnya menyempil di dalam. Di batu nisannya tertulis nama panjangnya, James Douglas Morrison, 1943 - 1971. Saya tidak menyangka sampai hari itu, makamnya masih dibanjiri oleh para fans beratnya juga turis tentunya. Makamnya kecil dan tidak istimewa.  Bahkan tempatnya bukan hanya agak nyempil, tapi juga  berdesak-desakan dengan makam yang lain. Di atas pusaranya diletakkan fotonya juga puisi yang ditulis di atas kertas dan digulung dengan pita hitam, serta lilin yang saat itu masih menyala, juga buket bunga segar yang diletakkan oleh para fansnya yang masih memujanya sampai hari  ini


makam Jim Morrison


Pusara Frederic Chopin  Indah dan Klasik

Dari sana saya berjalan lagi menyusuri  jalan sempit dan harus turun naik tangga menuju makam komposer terkenal dunia, Frederic Chopin. Makam ini sangat terkenal bahkan saya juga tahu ini dari film documenter bertitel “Du Pere Lachaise”  yang diputar di Jiffest beberapa tahun lalu. Rumah abadi Chopin


 
letaknya memang tidak terlalu jauh dari makamnya Jim Morrison. Monumen makam Chopin berupa patung dirinya yang dipahat indah terbuat dari marmer. Banyak orang yang berziarah di pusaranya, sampai saya susah untuk mengambil gambar. Di bawah monumennya banyak diletakkan rangkaian bunga-bunga segar juga lilin-lilin yang menyala. Makamnya memang bagus bernafas klasik seperti musik yang dimainkannya. Saya tak menyangka... akhirnya bisa  juga memegang batu nisan komposer kelas dunia yang lagu-lagunya begitu indah dan abadi hingga kini. 


makamnya Chopin


Nisan-nisan yang Unik

Di tengah-tengah area pemakaman ini kita bisa menemukan beberapa taman dan bangku untuk duduk-duduk. Nisan di sini banyak berupa monumen berbentuk patung-patung yang mungkin  menggambarkan keadaan mereka sewaktu mereka masih hidup dulu.  Selain itu ada juga yang bentuknya bangunan kecil seperti rumah. Monumen-monumennya begitu sangat unik. Semuanya merupakan bentuk peringatan atau ingatan kepada orang-orang yang dicintai yang telah meninggal dunia.  Umumnya satu makam dibuat untuk beberapa anggota keluarga. Seperti makamnya Edith Piaf, penyanyi Prancis yang sangat kondang dengan lagunya La vie en rose.  Di pusaranya tertulis 3 nama yaitu ; Louis Alphonse Gassion, Madame Lamboukas dite Edith Piaf , dan Theoponis Lamboukas. Makam Edith Piaf terbilang sederhana. Pusaranya juga banyak didatangi para turis dan juga para penggemarnya.

Tempat pemakaman ini, selain menjadi  tujuan wisata,  juga menjadi oase bagi mereka yang ingin mencari ketenangan di tengah bisingnya kota,  selain itu ada pula yang datang untuk meditasi di makam-makam orang terkenal. Misalnya banyak pengunjung yang datang setiap hari  untuk menyentuh patung perunggu Allan-Kardec, filsuf spiritualis besar, agar keinginan mereka dipenuhi .


makam Edith Piaff, penyanyi kondang Prancis




Pemandangan yang Menyentuh

Dan di antara perjalanan di Pere Lachaise ini saya melihat beberapa adegan yang  begitu menyentuh. Ada seorang nenek tua datang lalu mengambil air di botol ukuran besar (di sana tersedia kran-kran air). Lalu nenek tua itu membersihkan makam suaminya dengan menggosoknya dengan sikat lalu mengguyur dengan air. Setelah itu, dia mulai menyirami pot-pot bunga yang diletakkan di atas nisan. Kelihatan sekali  ia sangat mencintai suaminya.  Tak jauh dari situ saya juga melihat perempuan muda duduk dengan wajahnya yang masih berduka duduk memandangi nisan ntah siapa, mungkin orang tuanya, adik atau kakaknya, atau mungkin juga kekasihnya. Yang tidak pernah saya lupa adalah ketika saya bertemu dengan seorang wanita yang mungkin usianya sekitar  50 tahun-an.  Dia sedang membersihkan makam yang di atas nisannya terpampang foto wajah seorang pria ganteng. Ketika ditanya, ternyata itu adalah makam suaminya. Suaminya meninggal saat mereka belum lama menikah. Baru sekitar 2 tahun pernikahan, tiba-tiba suaminya meninggal tersengat lebah. Dan sampai saat ini perempuan itu masih setia menziarahi dan mebersihkan makam orang yang dicintainya dengan sepenuh hati.





Pesohor-pesohor  yang Dimakamkan Di sini

Menjelajahi Du Pere Lachaise memang tidak bisa sebentar, paling tidak  membutuhkan waktu dua jam untuk mengitarinya.Tempat ini  untuk sebagian orang katanya juga merupakan splendid park. Tetapi kebanyakan turis datang ke tempat ini untuk melihat makam-makam orang terkenal seperti  penyanyi opera Maria Callas, aktris Sarah Bernhardt,  Vincenzo Bellini, Luigi Cherubini, Georges Enesco,  penulis Oscar Wilde , Auguste Comte (Bapak Positivisme), Eugene Delacroix, Michel Drach (Film Director), Alfred de Musset, Marcel Proust, Michel Petrucciani, Honore de Balzac, Marcel Marceau, Victor Noir dan masih banyak lagi.

Saat saya menjelajahi tempat ini banyak sekali renungan yang hinggap di benak saya. Hidup itu begitu fana. Mereka yang dimakamkan di sini dulunya adalah seorang komposer, penyanyi, bintang film, jenderal, gubernur, penulis, pejabat,  bangsawan, raja, pelukis, pematung, filsuf, astronom dan masih banyak lagi yang semuanya dulu adalah orang-orang hebat, tapi kini mereka tinggal nisan yang dingin, diam, dan sepi. Tak ada yang pernah tau kemana dan di mana mereka sekarang?  Mereka tak lagi bicara. Mereka hanya kenangan yang makin hari makin samar. Lalu hilang ditelan waktu. Du Pere Lachaise adalah tugu peringatan bagi setiap manusia bahwa kehidupan itu fana adanya: dari tiada - ada lalu kembali tiada.






Rabu, 29 Agustus 2012

Arc de Triomphe, Notre Dame...





Akhirnya sampai juga kita di gerbang Arc de Triomphe, merupakan gerbang kemenangan yang dibuat untuk merayakan kemenangan Napoleon Bonaparte.  Kebetulan saat itu  sedang ada upacara tentara veteran. Tentara-tentara itu baris berbaris dengan seragam khususnya. Unik, sembari membayangkan aki-aki ini pasti dulunya pada gagah-gagah :)   Tak ayal lagi mereka pun menjadi tontonan para turis. Dulu waktu pertama liat tugu kemenangan ini rasanya gimana gitu. Tapi kalau udah yang ketiga kalinya, ya...biasa aja. Justru lebih suka liat pemandangan di sekitarnya.  Kita berada di tengah-tengah jalan raya yang lebar-lebar. Gak lama-lama di tempat ini  kita harus ngejar waktu ke Notre Dame. Tapi sebelum ke sana mampir dulu ke di Champs Elysees boulevard yang sangat terkenal itu. Inilah salah satu dari napak tilasku belasan tahun lewat. Jalan dari ujung ke ujung, ngelewatin butik-butik terkenal, cafe-cafe berderet menyajikan aneka makanan ala Prancis juga kedai kopi yang so romantic. Blom lagi kalau ada yang mainin musik akordeon jadi makin betah. Minum kopi di teras sambil ngeliatin orang lalulalang dengan gaya yang modis baru terasa ada di Paris. 

Di sini kita gak bisa lama-lama karena masih harus melanjutkan perjalanan menuju gereja Notre Dame.  Perjalanan  dengan  metro terasa jauh. Belum lagi kita masih harus berjalan kaki yang lumayan jauh, padahal kaki rasanya udah mulai gempor. Pinggang capek banget. Perut  juga udah keroncongan, karena memang belum makan.  Skedul tetap harus berjalan. Tour hari itu memang harus sampai ke Notre Dame.  Setelah keluar dari metro langsung ketemu centrum. Kita terus berjalan kaki menyebrang jalan...melewati jembatan dengan sungai Seine  yang mengalir di bawahnya. Melewati lagi toko-toko dengan gang-gang yang ramai. Daerah ini lumayan menarik juga. Paris memang gak kenal malam. Sayang sekali sampai di gereja Notre Dame, gereja udah tutup. Halah...padahal udah dibela-belain. Tetep aja gak kekejar matahari udah tenggelam.  Temen yg belom pernah masuk ke dalam gereja, terpaksa gigit jempol. Ya udah pandangin aja gereja kondang ini dari luar dan nikmati pemandangan di sekitarnya yang juga indah. Hari makin gelap, perut makin kenceng bunyinya. Dari halaman gereja, kita pun baru mencari resto untuk makan. Lokasi tempat makannya bener-bener asik. Katanya sih ini tempat makan para mahasiswa.  Kayak pecinan gitu. Selain banyak jajaran resto aneka macam juga banyak aneka toko yg menjual cenderamata. Malam itu kita singgah di resto makanan  Asia. Aku memesan tom yam dan lumpia basah. Sementara yang lain memilih mie goreng, capcay, nasi, nasi goreng dan untuk minumnya kita semua memilih chinese tea.  Dari  daerah Notre Dame ini kita pulang naik metro kejurusan La Defense, dari situ kita masih harus naik  metro yang disambung bis untuk sampai ke hotel tempat kita menginap. Weleh sampai Mariott hari udah gelap. Perjalanan yang panjang dan bener-bener dari ujung ke ujung.  Ah leganya sampai hotel langsung istirohat.




Keliling Paris










Hari Sabtu pagi setelah sarapan di hotel, kita berangkat menuju museum Louvre.  Dari depan hotel bisa naik bis nomor 161 atau 272 untuk menuju stasiun Metro. Sesampainya di stasiun metro namanya La Defense, kita langsung beli tiket, bisa lewat loket atau lewat mesin.  Sebelumnya kita harus melihat jalur metro lewat peta yang ada di situ. Kita harus tahu di stasiun mana nanti kita harus turun dan di mana kita harus ganti. Begitulah tanpa terasa  sampai juga kita di  museum Louvre, karena musim liburan  dan musim panas pulak makanya buanyak banget yang datang ke tempat itu. Aku memilih menunggu di luar, kali itu aku kurang tertarik masuk ke dalam. Toch dulu aku sudah pernah masuk dan melihat lukisan-lukisan di dalamnya yang rasanya butuh waktu seminggu untuk bisa mengamati semua....saking besarnya! Aku memilih menunggu di luar. Melihat air mancur. Memandangi orang-orang, yg kebanyakan turis, pada berfoto-ria. Di Lovre sekarang masya ampun banyak pengasong yg nawarin air mineral, cenderamata walaupun polisi udah mengusir tetep aja mereka tetep nekat. He...ini Paris kok jadi begindang sekarang??

Setelah hampir dua jam menunggu lalu dari museum Louvre kita melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki menuju menara Eifel.  Perjalanan bisa dibilang agak jauh juga sebelum sampai di Eifel kita sempat melewati Jardin de Tuileries.  Ah aku jadi ingat masa-masa dulu bersama teman-temanku datang ke tempat ini di musim dingin.  Saat itu terasa indah. Pemandangan pun terlihat sangat puitis. Beda banget dengan situasi sekarang cuaca sangat terik. Gak ada romatis-romatisnya.  Belum lagi orang yang datang ke tempat ini aujubileh banyaknya minta ampun.  Kayak pergi ke pasar malem.  Sesampainya di bawah  menara Eifel,  selain orang bejubel banyak banget tukang asongan yang berasal dari Afrika. Mereka nawarin cenderamata seperti : syal-syal aneka rupa (inget di Tanah Abang),  replika Eifel dalam bentuk mini untuk pajangan, dan masih banyak lagi. Harganya sih lumayan miring timbang beli di toko cenderamata. Setelah foto sana foto sini di bawah menara Eifel, kita pun melanjutkan perjalanan ke Arc de Triomphe.








Selasa, 17 April 2012

Ke Paris dan Brussel



Mampir di Brussel

Setelah sehari sebelumnya mempersiapkan barang bawaan, akhirnya pada hari jumat pagi kita berlima:  Indah, Chiel, Nani, Ida, dan aku meluncur ke Paris.  Rencananya sebelum ke Paris kita akan mampir dulu ke Brussel.  Perjalanan dari Belanda menuju Belgia sungguh indah.  Hari itu cuaca sangat panas. Temperatur di luar sekitar 36 derajat.  Setelah memakan waktu sekitar 4 jam, kita pun sampai di Brussel.  Mobil di parkir di depan Palais. Tepatnya dekat taman dekat istana.  Dari situ aku harus jalan cukup jauh menuju museum Margritte yang terletak di koningsplein 1.   Masuk  ke museum kita harus bayar 8 euro. Penjagaan di dalamnya sangat ketat. Tas yang aku bawa ternyata cukup besar dan tidak boleh dibawa masuk.  Museum terdiri dari 5 lantai.  Kita naik ke lantai atas harus dengan lift.  Masuk ke dalam museum kita menemukan bukan hanya lukisan tapi juga ada video tentang Magritte, juga print yang dimuat di majalah atau koran.  Di dalam sini kita sama sekali tidak boleh memotret.  Penjagaan luar biasa ketat, si penjaga bolak-balik mengamati pengunjung yang barangkali nekat motretin lukisan.  Melihat lukisan Margritte ini kesanku begitu misterius.  Dan sudah tentu gak bisa langsung dicerna.  Jadi harus lama memandanginya.  Melihat lukisan Magritte yang beraliran surealisme cukup menyegarkan dan membuat wawasan bertambah.  



Sedikit Tentang Magritte




Rene Margritte lahir pada tanggal 21 Nov 1898.  Dia merupakan sulung dari 3 bersaudara. Waktu ia masih muda ia sering berpindah-pindah, karena masalah keuangan ayahnya yang kurang bagus. Ibunya bunuh diri pada tahun 1912.  Mulai dari umur 12,  ia ikut les melukis pada gurunya di sekolah. Dia menyukai film de Fantomas. Ia juga suka membaca buku-bukunya Edgar allan Poe dan Maurice Leblanc. Sebelum tahun 1914 dia tinggal di Brussels. Waktu dikermis van charleoi, ia bertemu seorang perempuan yang  bernama Georgette. dan beberapa tahun kemudian ia pun bertemu lagi dengan Georgette di hofstadt. Kemudian Margritte pun menikah dengan Georgette. Waktu sekolah di akademi ia bertemu dengan Schilder Victor Servanckx dan Piere Louis Fouquet.  Lalu ia mengikuti aliran mereka yaitu Constructivisme. Mereka pun membuat majalah 7 Arts.  Pada periode itu ia membuat Eerst Afficheontwerpen dan pekerjaan dekoratif.  Pada tahun 1922 berteman dengan guru piano kakak laki-lakinya Paul yang bernama E.L.T Mesens dari Mesens ia mengenal Nihilistiche Esthetiek van het Dadaisme.  Tahun 1923 ketemu dengan seorang penyair Marcel Le Comte, lalu Marcel memproduksi lagu-lagu cinta dari Giorgio de Chidico dari sini mulai timbullah inspirasi yang luar biasa dengan lahirnya aliran Surealistik pada tahun 1926 ia mulai lukisannya yang diberi judul De Verdwaalde Jockey (Joki yang Kesasar) sampai akhirnya di Brussels hadir group lukisan Surealistik yang kemudian menjadi terkenal. Di samping Margritte ada aliran yang lebih hebat lagi yaitu Paul Nougie, Camille Goemans, E.L.T Mesens, Marcel Le Comte. Andre Souris, dan Louis Scutenaire. Tahun 1928 dia melakukan penandatanganan untuk pameran lukisannya di galerie L'Epoque yang punya galeri ini namanya Paul Gustave van Hecke, suami dari Norine, voor wie margritte reclame op drachten uitvoert.  Tahun 1927  Rene Margritte dan Georgette (istrinya) pindah ke Paris. Margritte meninggal tgl 15 Agustus 1967










Aku menikmati lukisan di museum Magritte sendirian sementara temanku yang lain lebih suka menikmati toko-toko di sekitaran Grand Place atau Grote Markt. Setelah puas menyaksikan koleksi lukisan di museum itu, aku pun keluar dan berjalan cukup jauh menuju taman di depan Palais.  Matahari bersinar dengan teriknya. Sesampainya di taman, aku memilih untuk mencari tempat duduk lalu duduklah aku di sana sendirian menunggu teman-temanku yang sedang asik belanja-belenji.  Buatku saat itu rasanya gak sanggup jalan ke Grote Markt, gila panasnya luar biasa sinting,  lagian dulu  aku sudah pernah ke sana jadi gak perlulah ke sana lagi.  hehehe...padahal males aja.  Hampir sekitar dua jam-an aku menunggu mereka di taman.  Mau nulis buku ketinggalan di dalam mobil. Jadi ya jalan-jalan aja sendirian. kalau bosen duduk sambil ngelamun. hehehehe. Setelah menunggu 2 jam-an mereka pun datang. Perjalanan dilanjutkan ke Paris.  Perjalanan ke Paris dengan mobil seperti kali ini baru pertama kalinya untukku. Biasanya dulu aku naik kereta. Jalan tol yang dilalui begitu panjang. Sementara pemandangan di kanan kiri berupa padang rumput yang hijau.  Jalan panjang menuju Paris...banyak sekali melewati tanjakan dan turunan.  Saat itu aku sempat melihat plang stasiun Midi.  Ah jadi inget masa lalu...naik kereta dari Paris menuju Belanda berhenti di stasiun Midi.





 Jalan ke Paris





Nginep di Hotel Marriott, Colombes Paris.

Kurang lebih tiga setengah jam, kita sampai juga di Paris. Bukan di tengah kotanya, tapi agak ke pinggiran, nama daerahnya Paris Colombes. Daerah ini banyak dihuni oleh para imigran. Kebanyakan imigran dari Afrika.  Suasana di depan hotel Marriott, agak semrawut, karena jalanan sedang dibangun.  Bangunan-bangunan flat di depannya pun...gak ada nafas Perancisnya. Bahkan lebih mirip suasana di Indonesia.  Aku pun seperti tak percaya, "Ini betul Paris???  Kok kayak di Klender??" batinku.   Di Mariott kita menginap 4 hari  3 malam. Lagi ada promosi bayar per-orang  sekitar 115 euro. Harga yang lumayan murah. Mariott di Paris Colombes ini adalah hotel berbintang 4. Petugas hotelnya minimalis banget, tapi bener-bener profesional.


Sabtu, 14 April 2012

Ke Radio Nederland






Iwan, Indah, dan Ikyu hari ini akan datang ke Hilversum, karena Iwan dan Indah (Indonesia Bertindak)  mau diintervieuw ama radio Nederland.  Sesampainya di rumah Indah, mereka diantar oleh Chiel  ke  studio. Seperti napak tilas akhirnya aku  datang ke tempat ini lagi.  Dulu aku pernah diinterview di sini, tapi itu sudah lama sekali sekitar akhir 92.  Saat itu aku diinterview oleh jurnalis kawakan pak Asbari. Nurpatriakrisna.  Studio Nederland bagus sekali .  Saat itu kebetulan pas ke sana berbarengan dengan tim dari Dewan Pers Jakarta.  Mereka sedang melakukan kunjungan kerja, diantara mereka tampak Bambang Harimurti (eks bosnya majalah Tempo), Bagir Manan, dan masih banyak lagi. Orang-orang Indonesia yang bekerja di radio itu sangat ramah. Karena waktu itu sudah jam 12 siang, kita langsung diajak makan siang di kantin.   Kantinnya mirip food court.  Di sana tersedia sup, salad,  sandwich, dsb.  Minuman pun ada yang dingin dan hangat.  Aku memilih sandwich isi salmon.



Sambil makan kita ngobrol dan berkenalan dengan Pritta, Feba, Alfons, Juliani  yang bekerja di radio Nederland ini dan masih ada beberapa lagi.  Begitulah aku dan Ikyu menunggu Iwan dan Indah diinterview.  




Setelah selesai lalu kita langsung diajak Chiel ke Zutphen.  Rasanya indah sekali bisa jalan-jalan ke Belanda bersama teman. Sesampainya di Zutphen kita diajak berkeliling kota. Mereka (Iwan dan Indah) keliatan sangat mengagumi gereja yang berubah fungsi menjadi perpustakaan, mereka juga mengagumi rumah Indah yang antik dengan mawar yang tengah berbunga mekar berwarna pink merambat di depan pitu masuk.  So romantis. Kita pun berkeliling centrum...lalu jalan-jalan  melihat benteng, museum....dan banyak lagi. Setelah lelah berkeliling maka waktunya kita menikmati  ice cream di Talamini.  Tempat Ice cream ini banyak sekali dikunjungi orang.  Memang setiap musim panas, toko ice cream selalu diserbu orang.  






Duduk-duduk sambil menikmati ice cream dan matahari yang hangat banyak dilakukan orang di sini. Karena hari sudah sore, kita pun pulang menuju Hilversum.  Di rumah sudah menanti makanan Indonesia seperti;  sate, karedok, balado telor, bacem tempe en tahu, nasi kuning...karena ternyata hari itu sekalian merayakan 25 tahun Indah tinggal di Belanda. Lucunya pas bertepatan dengan penandatangan pembelian rumah di Zutphen sekaligus kedatangan keluarga Iwan juga. Ah apakah ini sebuah kebetulan?  Rasanya gak ada yang kebetulan di dunia ini. Lalu ini apa? Adakah ini sebuah jawaban atau pernah ada kaitan dengan past life kita???  Suasana meriah sekali. Kita menikmati makanan di halaman belakang dengan ditemani kehangatan dari api unggun.  Sampai tak terasa waktu sudah menjelang malam.  Dan mereka harus pamit pulang. Duh aku merasa sedih. Hiks. Aku kelayu