Kamis, 30 Agustus 2012

Du Pere Lachaise


pere lachaise




pintu masuk Du Pere Lachaise


Dalam liburan kali ini ke Paris, saya ingin pergi ke tempat lain yang belum pernah saya kunjungi. Kemana? Ke sebuah pemakaman umum yang bernama, Du Pere Lachaise. Letak tempat ini di sebelah timur distrik 20, makam ini tercatat sebagai salah satu makam paling kondang, karena di dalamnya bersemayam jasad orang-orang terkenal sedunia.

 Setelah sarapan pagi  perjalanan pun dimulai.  Dari Hotel Marriott yang letaknya di daerah Paris Colombes, saya naik bis menuju stasiun metro La Defense. Dari sini saya harus ganti metro sampai tiga kali. Begitu keluar dari stasiun metro yang ketiga, saya pun turun di stasiun Pere Lachaise. Dan tepat di samping stasiun ini  merupakan area pemakaman Du Pere Lachaise. Sebelum masuk ke dalam tempat pemakaman ini, sebaiknya kita membeli dulu peta yang dijual di pintu masuk.  Karena tempatnya lumayan luas memang harus dipandu dengan peta biar tidak tersasar.  Di depan pintu masuk bukan hanya dijual peta tapi juga post card.  Harga sebuah  peta 2 euro. Begitu saya memasuki gerbangnya...wow...ternyata banyak juga wisatawan asing yang datang ke tempat ini ternyata memang  tempat ini sudah menjadi salah satu tujuan wisata kota Paris. 

Strategi Jitu yang Membuatnya Kondang

Area Du Pere Lachaise luasnya sekitar 43 hektar dan ini merupakan tempat pemakaman terluas di Paris. Memasuki pintu gerbangnya langsung disergap suasana yang sunyi senyap. Banyak bangunan-bangunan nisan dan monumen-monumennya mencerminkan gaya arsitektur abad ke 18.  Jalan-jalan di dalamnya banyak merupakan tangga-tangga tinggi yang terbuat dari batu. Antara satu makam dengan makam yang lain  terlihat saling berdempetan saking padatnya. Padahal  konon sejarahnya dulu makam ini kurang mendapat sambutan warga Prancis, karena letaknya jauh dari pusat kota.  Pengelolanya mesti menerapkan strategi memboyong jenazah orang terkenal agar diikuti warga Paris lainnya.


Mulanya adalah Jean de la Fontaine [sastrawan Prancis] dan Jean-Baptiste Poquelin atau lebih dikenal sebagai  Molière [dramawan Prancis] yang dimakamkan di sana pada tahun 1804.  Cara jitu inilah yang membuat Cemetery du Pere Lachaise jadi menarik calon konsumen.Dari situ akhirnya, banyak orang-orang terkenal yang bercita-cita ingin dimakamkan di sana bersama dua warga Prancis yang punya nama besar tadi.  Dengan sendirinya, lahan makam pun ikut ‘membengkak' karena banyaknya peminat.  Tercatat sudah enam kali dalam seabad makam ini diperluas.
 

 
Makam Jim Morrison yang Menyempil

Ketika kaki saya memasuki area ini, tempat pertama yang ingin saya ziarahi adalah makamnya Jim Morrison, vokalisnya The Doors. Dengan bantuan peta dan setelah jalan kaki cukup jauh dengan menaiki tangga-tangga yang terbuat dari batu dan berbelok-belok di jalan-jalan yang cukup sempit, akhirnya sampai juga di makam vokalis The Doors itu.  Ternyata makamnya menyempil di dalam. Di batu nisannya tertulis nama panjangnya, James Douglas Morrison, 1943 - 1971. Saya tidak menyangka sampai hari itu, makamnya masih dibanjiri oleh para fans beratnya juga turis tentunya. Makamnya kecil dan tidak istimewa.  Bahkan tempatnya bukan hanya agak nyempil, tapi juga  berdesak-desakan dengan makam yang lain. Di atas pusaranya diletakkan fotonya juga puisi yang ditulis di atas kertas dan digulung dengan pita hitam, serta lilin yang saat itu masih menyala, juga buket bunga segar yang diletakkan oleh para fansnya yang masih memujanya sampai hari  ini


makam Jim Morrison


Pusara Frederic Chopin  Indah dan Klasik

Dari sana saya berjalan lagi menyusuri  jalan sempit dan harus turun naik tangga menuju makam komposer terkenal dunia, Frederic Chopin. Makam ini sangat terkenal bahkan saya juga tahu ini dari film documenter bertitel “Du Pere Lachaise”  yang diputar di Jiffest beberapa tahun lalu. Rumah abadi Chopin


 
letaknya memang tidak terlalu jauh dari makamnya Jim Morrison. Monumen makam Chopin berupa patung dirinya yang dipahat indah terbuat dari marmer. Banyak orang yang berziarah di pusaranya, sampai saya susah untuk mengambil gambar. Di bawah monumennya banyak diletakkan rangkaian bunga-bunga segar juga lilin-lilin yang menyala. Makamnya memang bagus bernafas klasik seperti musik yang dimainkannya. Saya tak menyangka... akhirnya bisa  juga memegang batu nisan komposer kelas dunia yang lagu-lagunya begitu indah dan abadi hingga kini. 


makamnya Chopin


Nisan-nisan yang Unik

Di tengah-tengah area pemakaman ini kita bisa menemukan beberapa taman dan bangku untuk duduk-duduk. Nisan di sini banyak berupa monumen berbentuk patung-patung yang mungkin  menggambarkan keadaan mereka sewaktu mereka masih hidup dulu.  Selain itu ada juga yang bentuknya bangunan kecil seperti rumah. Monumen-monumennya begitu sangat unik. Semuanya merupakan bentuk peringatan atau ingatan kepada orang-orang yang dicintai yang telah meninggal dunia.  Umumnya satu makam dibuat untuk beberapa anggota keluarga. Seperti makamnya Edith Piaf, penyanyi Prancis yang sangat kondang dengan lagunya La vie en rose.  Di pusaranya tertulis 3 nama yaitu ; Louis Alphonse Gassion, Madame Lamboukas dite Edith Piaf , dan Theoponis Lamboukas. Makam Edith Piaf terbilang sederhana. Pusaranya juga banyak didatangi para turis dan juga para penggemarnya.

Tempat pemakaman ini, selain menjadi  tujuan wisata,  juga menjadi oase bagi mereka yang ingin mencari ketenangan di tengah bisingnya kota,  selain itu ada pula yang datang untuk meditasi di makam-makam orang terkenal. Misalnya banyak pengunjung yang datang setiap hari  untuk menyentuh patung perunggu Allan-Kardec, filsuf spiritualis besar, agar keinginan mereka dipenuhi .


makam Edith Piaff, penyanyi kondang Prancis




Pemandangan yang Menyentuh

Dan di antara perjalanan di Pere Lachaise ini saya melihat beberapa adegan yang  begitu menyentuh. Ada seorang nenek tua datang lalu mengambil air di botol ukuran besar (di sana tersedia kran-kran air). Lalu nenek tua itu membersihkan makam suaminya dengan menggosoknya dengan sikat lalu mengguyur dengan air. Setelah itu, dia mulai menyirami pot-pot bunga yang diletakkan di atas nisan. Kelihatan sekali  ia sangat mencintai suaminya.  Tak jauh dari situ saya juga melihat perempuan muda duduk dengan wajahnya yang masih berduka duduk memandangi nisan ntah siapa, mungkin orang tuanya, adik atau kakaknya, atau mungkin juga kekasihnya. Yang tidak pernah saya lupa adalah ketika saya bertemu dengan seorang wanita yang mungkin usianya sekitar  50 tahun-an.  Dia sedang membersihkan makam yang di atas nisannya terpampang foto wajah seorang pria ganteng. Ketika ditanya, ternyata itu adalah makam suaminya. Suaminya meninggal saat mereka belum lama menikah. Baru sekitar 2 tahun pernikahan, tiba-tiba suaminya meninggal tersengat lebah. Dan sampai saat ini perempuan itu masih setia menziarahi dan mebersihkan makam orang yang dicintainya dengan sepenuh hati.





Pesohor-pesohor  yang Dimakamkan Di sini

Menjelajahi Du Pere Lachaise memang tidak bisa sebentar, paling tidak  membutuhkan waktu dua jam untuk mengitarinya.Tempat ini  untuk sebagian orang katanya juga merupakan splendid park. Tetapi kebanyakan turis datang ke tempat ini untuk melihat makam-makam orang terkenal seperti  penyanyi opera Maria Callas, aktris Sarah Bernhardt,  Vincenzo Bellini, Luigi Cherubini, Georges Enesco,  penulis Oscar Wilde , Auguste Comte (Bapak Positivisme), Eugene Delacroix, Michel Drach (Film Director), Alfred de Musset, Marcel Proust, Michel Petrucciani, Honore de Balzac, Marcel Marceau, Victor Noir dan masih banyak lagi.

Saat saya menjelajahi tempat ini banyak sekali renungan yang hinggap di benak saya. Hidup itu begitu fana. Mereka yang dimakamkan di sini dulunya adalah seorang komposer, penyanyi, bintang film, jenderal, gubernur, penulis, pejabat,  bangsawan, raja, pelukis, pematung, filsuf, astronom dan masih banyak lagi yang semuanya dulu adalah orang-orang hebat, tapi kini mereka tinggal nisan yang dingin, diam, dan sepi. Tak ada yang pernah tau kemana dan di mana mereka sekarang?  Mereka tak lagi bicara. Mereka hanya kenangan yang makin hari makin samar. Lalu hilang ditelan waktu. Du Pere Lachaise adalah tugu peringatan bagi setiap manusia bahwa kehidupan itu fana adanya: dari tiada - ada lalu kembali tiada.






Rabu, 29 Agustus 2012

Arc de Triomphe, Notre Dame...





Akhirnya sampai juga kita di gerbang Arc de Triomphe, merupakan gerbang kemenangan yang dibuat untuk merayakan kemenangan Napoleon Bonaparte.  Kebetulan saat itu  sedang ada upacara tentara veteran. Tentara-tentara itu baris berbaris dengan seragam khususnya. Unik, sembari membayangkan aki-aki ini pasti dulunya pada gagah-gagah :)   Tak ayal lagi mereka pun menjadi tontonan para turis. Dulu waktu pertama liat tugu kemenangan ini rasanya gimana gitu. Tapi kalau udah yang ketiga kalinya, ya...biasa aja. Justru lebih suka liat pemandangan di sekitarnya.  Kita berada di tengah-tengah jalan raya yang lebar-lebar. Gak lama-lama di tempat ini  kita harus ngejar waktu ke Notre Dame. Tapi sebelum ke sana mampir dulu ke di Champs Elysees boulevard yang sangat terkenal itu. Inilah salah satu dari napak tilasku belasan tahun lewat. Jalan dari ujung ke ujung, ngelewatin butik-butik terkenal, cafe-cafe berderet menyajikan aneka makanan ala Prancis juga kedai kopi yang so romantic. Blom lagi kalau ada yang mainin musik akordeon jadi makin betah. Minum kopi di teras sambil ngeliatin orang lalulalang dengan gaya yang modis baru terasa ada di Paris. 

Di sini kita gak bisa lama-lama karena masih harus melanjutkan perjalanan menuju gereja Notre Dame.  Perjalanan  dengan  metro terasa jauh. Belum lagi kita masih harus berjalan kaki yang lumayan jauh, padahal kaki rasanya udah mulai gempor. Pinggang capek banget. Perut  juga udah keroncongan, karena memang belum makan.  Skedul tetap harus berjalan. Tour hari itu memang harus sampai ke Notre Dame.  Setelah keluar dari metro langsung ketemu centrum. Kita terus berjalan kaki menyebrang jalan...melewati jembatan dengan sungai Seine  yang mengalir di bawahnya. Melewati lagi toko-toko dengan gang-gang yang ramai. Daerah ini lumayan menarik juga. Paris memang gak kenal malam. Sayang sekali sampai di gereja Notre Dame, gereja udah tutup. Halah...padahal udah dibela-belain. Tetep aja gak kekejar matahari udah tenggelam.  Temen yg belom pernah masuk ke dalam gereja, terpaksa gigit jempol. Ya udah pandangin aja gereja kondang ini dari luar dan nikmati pemandangan di sekitarnya yang juga indah. Hari makin gelap, perut makin kenceng bunyinya. Dari halaman gereja, kita pun baru mencari resto untuk makan. Lokasi tempat makannya bener-bener asik. Katanya sih ini tempat makan para mahasiswa.  Kayak pecinan gitu. Selain banyak jajaran resto aneka macam juga banyak aneka toko yg menjual cenderamata. Malam itu kita singgah di resto makanan  Asia. Aku memesan tom yam dan lumpia basah. Sementara yang lain memilih mie goreng, capcay, nasi, nasi goreng dan untuk minumnya kita semua memilih chinese tea.  Dari  daerah Notre Dame ini kita pulang naik metro kejurusan La Defense, dari situ kita masih harus naik  metro yang disambung bis untuk sampai ke hotel tempat kita menginap. Weleh sampai Mariott hari udah gelap. Perjalanan yang panjang dan bener-bener dari ujung ke ujung.  Ah leganya sampai hotel langsung istirohat.




Keliling Paris










Hari Sabtu pagi setelah sarapan di hotel, kita berangkat menuju museum Louvre.  Dari depan hotel bisa naik bis nomor 161 atau 272 untuk menuju stasiun Metro. Sesampainya di stasiun metro namanya La Defense, kita langsung beli tiket, bisa lewat loket atau lewat mesin.  Sebelumnya kita harus melihat jalur metro lewat peta yang ada di situ. Kita harus tahu di stasiun mana nanti kita harus turun dan di mana kita harus ganti. Begitulah tanpa terasa  sampai juga kita di  museum Louvre, karena musim liburan  dan musim panas pulak makanya buanyak banget yang datang ke tempat itu. Aku memilih menunggu di luar, kali itu aku kurang tertarik masuk ke dalam. Toch dulu aku sudah pernah masuk dan melihat lukisan-lukisan di dalamnya yang rasanya butuh waktu seminggu untuk bisa mengamati semua....saking besarnya! Aku memilih menunggu di luar. Melihat air mancur. Memandangi orang-orang, yg kebanyakan turis, pada berfoto-ria. Di Lovre sekarang masya ampun banyak pengasong yg nawarin air mineral, cenderamata walaupun polisi udah mengusir tetep aja mereka tetep nekat. He...ini Paris kok jadi begindang sekarang??

Setelah hampir dua jam menunggu lalu dari museum Louvre kita melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki menuju menara Eifel.  Perjalanan bisa dibilang agak jauh juga sebelum sampai di Eifel kita sempat melewati Jardin de Tuileries.  Ah aku jadi ingat masa-masa dulu bersama teman-temanku datang ke tempat ini di musim dingin.  Saat itu terasa indah. Pemandangan pun terlihat sangat puitis. Beda banget dengan situasi sekarang cuaca sangat terik. Gak ada romatis-romatisnya.  Belum lagi orang yang datang ke tempat ini aujubileh banyaknya minta ampun.  Kayak pergi ke pasar malem.  Sesampainya di bawah  menara Eifel,  selain orang bejubel banyak banget tukang asongan yang berasal dari Afrika. Mereka nawarin cenderamata seperti : syal-syal aneka rupa (inget di Tanah Abang),  replika Eifel dalam bentuk mini untuk pajangan, dan masih banyak lagi. Harganya sih lumayan miring timbang beli di toko cenderamata. Setelah foto sana foto sini di bawah menara Eifel, kita pun melanjutkan perjalanan ke Arc de Triomphe.








Selasa, 17 April 2012

Ke Paris dan Brussel



Mampir di Brussel

Setelah sehari sebelumnya mempersiapkan barang bawaan, akhirnya pada hari jumat pagi kita berlima:  Indah, Chiel, Nani, Ida, dan aku meluncur ke Paris.  Rencananya sebelum ke Paris kita akan mampir dulu ke Brussel.  Perjalanan dari Belanda menuju Belgia sungguh indah.  Hari itu cuaca sangat panas. Temperatur di luar sekitar 36 derajat.  Setelah memakan waktu sekitar 4 jam, kita pun sampai di Brussel.  Mobil di parkir di depan Palais. Tepatnya dekat taman dekat istana.  Dari situ aku harus jalan cukup jauh menuju museum Margritte yang terletak di koningsplein 1.   Masuk  ke museum kita harus bayar 8 euro. Penjagaan di dalamnya sangat ketat. Tas yang aku bawa ternyata cukup besar dan tidak boleh dibawa masuk.  Museum terdiri dari 5 lantai.  Kita naik ke lantai atas harus dengan lift.  Masuk ke dalam museum kita menemukan bukan hanya lukisan tapi juga ada video tentang Magritte, juga print yang dimuat di majalah atau koran.  Di dalam sini kita sama sekali tidak boleh memotret.  Penjagaan luar biasa ketat, si penjaga bolak-balik mengamati pengunjung yang barangkali nekat motretin lukisan.  Melihat lukisan Margritte ini kesanku begitu misterius.  Dan sudah tentu gak bisa langsung dicerna.  Jadi harus lama memandanginya.  Melihat lukisan Magritte yang beraliran surealisme cukup menyegarkan dan membuat wawasan bertambah.  



Sedikit Tentang Magritte




Rene Margritte lahir pada tanggal 21 Nov 1898.  Dia merupakan sulung dari 3 bersaudara. Waktu ia masih muda ia sering berpindah-pindah, karena masalah keuangan ayahnya yang kurang bagus. Ibunya bunuh diri pada tahun 1912.  Mulai dari umur 12,  ia ikut les melukis pada gurunya di sekolah. Dia menyukai film de Fantomas. Ia juga suka membaca buku-bukunya Edgar allan Poe dan Maurice Leblanc. Sebelum tahun 1914 dia tinggal di Brussels. Waktu dikermis van charleoi, ia bertemu seorang perempuan yang  bernama Georgette. dan beberapa tahun kemudian ia pun bertemu lagi dengan Georgette di hofstadt. Kemudian Margritte pun menikah dengan Georgette. Waktu sekolah di akademi ia bertemu dengan Schilder Victor Servanckx dan Piere Louis Fouquet.  Lalu ia mengikuti aliran mereka yaitu Constructivisme. Mereka pun membuat majalah 7 Arts.  Pada periode itu ia membuat Eerst Afficheontwerpen dan pekerjaan dekoratif.  Pada tahun 1922 berteman dengan guru piano kakak laki-lakinya Paul yang bernama E.L.T Mesens dari Mesens ia mengenal Nihilistiche Esthetiek van het Dadaisme.  Tahun 1923 ketemu dengan seorang penyair Marcel Le Comte, lalu Marcel memproduksi lagu-lagu cinta dari Giorgio de Chidico dari sini mulai timbullah inspirasi yang luar biasa dengan lahirnya aliran Surealistik pada tahun 1926 ia mulai lukisannya yang diberi judul De Verdwaalde Jockey (Joki yang Kesasar) sampai akhirnya di Brussels hadir group lukisan Surealistik yang kemudian menjadi terkenal. Di samping Margritte ada aliran yang lebih hebat lagi yaitu Paul Nougie, Camille Goemans, E.L.T Mesens, Marcel Le Comte. Andre Souris, dan Louis Scutenaire. Tahun 1928 dia melakukan penandatanganan untuk pameran lukisannya di galerie L'Epoque yang punya galeri ini namanya Paul Gustave van Hecke, suami dari Norine, voor wie margritte reclame op drachten uitvoert.  Tahun 1927  Rene Margritte dan Georgette (istrinya) pindah ke Paris. Margritte meninggal tgl 15 Agustus 1967










Aku menikmati lukisan di museum Magritte sendirian sementara temanku yang lain lebih suka menikmati toko-toko di sekitaran Grand Place atau Grote Markt. Setelah puas menyaksikan koleksi lukisan di museum itu, aku pun keluar dan berjalan cukup jauh menuju taman di depan Palais.  Matahari bersinar dengan teriknya. Sesampainya di taman, aku memilih untuk mencari tempat duduk lalu duduklah aku di sana sendirian menunggu teman-temanku yang sedang asik belanja-belenji.  Buatku saat itu rasanya gak sanggup jalan ke Grote Markt, gila panasnya luar biasa sinting,  lagian dulu  aku sudah pernah ke sana jadi gak perlulah ke sana lagi.  hehehe...padahal males aja.  Hampir sekitar dua jam-an aku menunggu mereka di taman.  Mau nulis buku ketinggalan di dalam mobil. Jadi ya jalan-jalan aja sendirian. kalau bosen duduk sambil ngelamun. hehehehe. Setelah menunggu 2 jam-an mereka pun datang. Perjalanan dilanjutkan ke Paris.  Perjalanan ke Paris dengan mobil seperti kali ini baru pertama kalinya untukku. Biasanya dulu aku naik kereta. Jalan tol yang dilalui begitu panjang. Sementara pemandangan di kanan kiri berupa padang rumput yang hijau.  Jalan panjang menuju Paris...banyak sekali melewati tanjakan dan turunan.  Saat itu aku sempat melihat plang stasiun Midi.  Ah jadi inget masa lalu...naik kereta dari Paris menuju Belanda berhenti di stasiun Midi.





 Jalan ke Paris





Nginep di Hotel Marriott, Colombes Paris.

Kurang lebih tiga setengah jam, kita sampai juga di Paris. Bukan di tengah kotanya, tapi agak ke pinggiran, nama daerahnya Paris Colombes. Daerah ini banyak dihuni oleh para imigran. Kebanyakan imigran dari Afrika.  Suasana di depan hotel Marriott, agak semrawut, karena jalanan sedang dibangun.  Bangunan-bangunan flat di depannya pun...gak ada nafas Perancisnya. Bahkan lebih mirip suasana di Indonesia.  Aku pun seperti tak percaya, "Ini betul Paris???  Kok kayak di Klender??" batinku.   Di Mariott kita menginap 4 hari  3 malam. Lagi ada promosi bayar per-orang  sekitar 115 euro. Harga yang lumayan murah. Mariott di Paris Colombes ini adalah hotel berbintang 4. Petugas hotelnya minimalis banget, tapi bener-bener profesional.


Sabtu, 14 April 2012

Ke Radio Nederland






Iwan, Indah, dan Ikyu hari ini akan datang ke Hilversum, karena Iwan dan Indah (Indonesia Bertindak)  mau diintervieuw ama radio Nederland.  Sesampainya di rumah Indah, mereka diantar oleh Chiel  ke  studio. Seperti napak tilas akhirnya aku  datang ke tempat ini lagi.  Dulu aku pernah diinterview di sini, tapi itu sudah lama sekali sekitar akhir 92.  Saat itu aku diinterview oleh jurnalis kawakan pak Asbari. Nurpatriakrisna.  Studio Nederland bagus sekali .  Saat itu kebetulan pas ke sana berbarengan dengan tim dari Dewan Pers Jakarta.  Mereka sedang melakukan kunjungan kerja, diantara mereka tampak Bambang Harimurti (eks bosnya majalah Tempo), Bagir Manan, dan masih banyak lagi. Orang-orang Indonesia yang bekerja di radio itu sangat ramah. Karena waktu itu sudah jam 12 siang, kita langsung diajak makan siang di kantin.   Kantinnya mirip food court.  Di sana tersedia sup, salad,  sandwich, dsb.  Minuman pun ada yang dingin dan hangat.  Aku memilih sandwich isi salmon.



Sambil makan kita ngobrol dan berkenalan dengan Pritta, Feba, Alfons, Juliani  yang bekerja di radio Nederland ini dan masih ada beberapa lagi.  Begitulah aku dan Ikyu menunggu Iwan dan Indah diinterview.  




Setelah selesai lalu kita langsung diajak Chiel ke Zutphen.  Rasanya indah sekali bisa jalan-jalan ke Belanda bersama teman. Sesampainya di Zutphen kita diajak berkeliling kota. Mereka (Iwan dan Indah) keliatan sangat mengagumi gereja yang berubah fungsi menjadi perpustakaan, mereka juga mengagumi rumah Indah yang antik dengan mawar yang tengah berbunga mekar berwarna pink merambat di depan pitu masuk.  So romantis. Kita pun berkeliling centrum...lalu jalan-jalan  melihat benteng, museum....dan banyak lagi. Setelah lelah berkeliling maka waktunya kita menikmati  ice cream di Talamini.  Tempat Ice cream ini banyak sekali dikunjungi orang.  Memang setiap musim panas, toko ice cream selalu diserbu orang.  






Duduk-duduk sambil menikmati ice cream dan matahari yang hangat banyak dilakukan orang di sini. Karena hari sudah sore, kita pun pulang menuju Hilversum.  Di rumah sudah menanti makanan Indonesia seperti;  sate, karedok, balado telor, bacem tempe en tahu, nasi kuning...karena ternyata hari itu sekalian merayakan 25 tahun Indah tinggal di Belanda. Lucunya pas bertepatan dengan penandatangan pembelian rumah di Zutphen sekaligus kedatangan keluarga Iwan juga. Ah apakah ini sebuah kebetulan?  Rasanya gak ada yang kebetulan di dunia ini. Lalu ini apa? Adakah ini sebuah jawaban atau pernah ada kaitan dengan past life kita???  Suasana meriah sekali. Kita menikmati makanan di halaman belakang dengan ditemani kehangatan dari api unggun.  Sampai tak terasa waktu sudah menjelang malam.  Dan mereka harus pamit pulang. Duh aku merasa sedih. Hiks. Aku kelayu


Ketemuan Iwan, Indah, Ikyu di Leiden.




Rencananya hari ini aku ketemuan  ama Iwan dan Indah di  Leiden. Jam sebelas pagi setelah bangun kesiangan aku  langsung mandi, makan, dan siap-siap bawa sangu biar gak pusing dan juga untuk ngirit. hehehe.  Bekalku siang itu terdiri dari sepasang pisang ambon, cokelat kitkat, roti dengan selai kacang (kesukaanku),  dan tentunya sebotol air mineral.  Berangkat menuju  ke stasiun Hilversum dianter ama Chiel, karena Chiel akan sekalian mau pergi ke Zutphen.  Sampai stasiun, aku langsung menuju ke loket untuk beli tiket Hilversum-Leiden. Harga tiket sekitar 20 euro. Kereta  yang akan  membawaku ke Leiden datang 4 menit lagi. Sementara aku masih di atas padahal aku harus turun ke bawah. Waduh kayaknya gak ke kejar.  Bener aja...pas aku baru turun ke bawah (dengan ngos-ngosan tentunya), keretaku bergerak jalan. Kereta snel trein yang langsung menuju Leiden.

Setelah tanya petugas kereta api, dia bilang aku bisa naik kereta yang di platform sebelah, tapi nanti turun di Amsterdam. Setelah itu baru aku ganti kereta lagi yang menuju ke Leiden. Ah ribet amat. Sepertinya dia tahu kalau pilihan itu membuat aku ribet. Akhirnya dia bilang lagi,  kalau mau naik kereta yang gak usah pindah-pindah alias langsung ke Leiden, aku harus nunggu kira-kira 20 menit di platform yang sama.   Ah mending nunggu 20 menit tapi gak ribet. Ternyata menunggu 20 menit gak lama, aku bisa cuci mata melihat orang-orang yang turun dan naik kereta, lihat gaya-gaya mereka. Ada oma-oma,  ada anak muda dengan stylenya yang cihui, ada om-om yang netjes,  ada cewek dengan pakaian yang eksentrik....sampai akhirnya kereta yang ditunggu pun tiba. Keretanya yang kunaiki kali ini bukan snel trein, tapi stop trein.  Kereta di sini asik banget gak pernah sampai desek-desekan bahkan gerbong yang kududuki kali ini isinya cuma aku sendirian. Sendirian di gerbong!! Lumayan...bisa ngelamun.  Kebetulan di gerbog ini aku bisa melihat jalur stasiun-stasiun yang bakal dilewati oleh kereta ini.  Kalo ngeliat di jalur itu, kereta bakalan tiba di Leiden jam 12.10.  Setelah ngelewatin Amsterdam dan Schiphol, kereta ini akan mentok di tujuan terakhir ke Dordrecht.  Tanpa terasa keretaku  melewati tunnel di Schiphol, yang masyaallah panjang dan gelap.  Kereta pun dipacu kenceng banget.  Kuping rasanya penging. 
Pas lagi asik-asiknya ngelamun tiba-tiba datang petugas karcis, aku kira dia akan menagih tiketku.  Ternyata kok dia sama sekali gak menagih karcisku.  Dia malah menyapa, goede miedag...eh dia koreksi lagi goede morgen!  Karena dia lihat jam masih pagi.  Lucu en ramah sekali.  Kereta di sini bener-bener gak pernah ngaret, sampai di Leiden jam 12.10 malah kurang 5 menit. Gileee kereta di sini asik banget. Semua tepat waktu.  Sampai di stasiun centraal Leiden,  Iwan udah nunggu sama Indah dan Ikyu.

Gak lama kemudian tantenya Iwan yang tinggal di Den Haag juga dateng.  Kita ngobrol sebentar terus kita berpisah dengan tantenya Iwan.  selanjutnya kita berempat (Iwan, Indah, Ikyu, dan Indi)  jalan ke centrum. Kita mau lihat-lihat centrumnya Leiden. Hari itu cuaca lagi bagus banget. Matahari mencorong dengan sangat cerianya. Setelah capek berjalan menysuri jalan di centrum Leiden yang lumayan jauh, kita pun duduk di tepi kanal sambil minum ice lemon tea dan roti isi ikan salmon. Di tempat itu kita mengenang, bahwa dulu kita pernah janjian mau jalan-jalan ke Belanda.  Omongan yang aku kira hanya sekedar omongan. Gak taunya kini ucapan itu bisa terwujud. Ajaib. Sungguh ajaib kita bisa ketemu di sini sesuai dengan ucap yang diamini semesta. Perjalanan dilanjutkan dengan terus menyusuri jalan-jalan melewati pertokoan, gereja, bangunan rumah tua,  menaiki jembatan dengan kanal-kanal dengan kapal-kapan yang berlayar di bawahnya.   Akhirnya kita pun berhenti dan  foto-foto di lapangan rumput tepi kanal.   Pas duduk di rumputan itu aku baru sadar ternyata kita berempat namanya berinisial I semua: Iwan, Indah, Ikyu, Indi.  Ketika aku ngomong begitu eh Iwan juga pas nulis tentang hal itu juga di bukunya. Aneh. Dari tepi kanal itu, lalu kita lanjutkan lagi  menyusuri jalan-jalan di Leiden.  Tanpa terasa waktu telah menunjukkan jam 7 mala.  Tapi untungnya matahari bersinar, jadi hari terasa siang terus. Sesampainya di stasiun centraal Leiden, karena aku panik, aku gak sempet say goodbye pada Iwan, Indah, dan Ikyu,  aku langsung lari ke platform 5a tempat keretaku menunggu.  Aku pun langsung menaiki gerbong kereta.  Tak lama kemudian kereta pun berangkat menuju Hilversum.

Dari pinggir jendela kereta, aku melihat pemandangan yang indah. seperti biasa....padang rumput dengan kuda, sapi, dan domba, rumah-rumah  yang cantik.... sekitar satu sampai satu setengah jam (karena stop trein) akhirnya kereta berhenti di stasiun Hilversum. Begitu aku turun di stasiun...ternyata bisku jurusan Kerkelanden baru aja berangkat jam 21.29.  Waduh aku harus nunggu lagi. Tapi untungnya...matahari masih terang, jadi aku  gak takut nongkrong di stasiun sendirian.  Setelah nunggu agak lama...akhirnya bis ku dateng juga. Aku pun setelah bayar 1.50 euro. Perjalanan memang gak jauh. Tapi bis ke Kerkelanden ini memang gak lewat dekat rumah, bis akan langsung belok ke jalan lain.  Akhirnya aku harus turun di halte yang lumayan jauh. Dari situ aku harus meneruskan dengan jalan kaki.  Bayangkan aku jalan sendirian di jalanan  yang sunyi senyap. Tak ada seorang pun yang keluar apalagi jalan-jalan.  Sesekali aku suka menengok ke belakang, takut ada orang yang membuntuti. Aku sering melalui jalan ini sendirian setiap kali harus pulang malam sehabis jalan-jalan ke luar kota dengan naik kereta.  Aku pun menyebrangi jalan memasuki hutan yang gelap.  Sesekali aku mendengar suara ranting yang jatuh.  Sebetulnya aku sering merasa takut kalau malam-malam pulang sendirian memasuki hutan. Tapi gimana lagi memang rumah temanku di dalam hutan. hehehe. Alhamdulilah selamat juga sampai rumah kembali





Rabu, 11 April 2012

Sendirian ke Amsterdam.






Hari ini ada pesta ulang tahun pernikahan Didi dan Dewi, tapi karena acaranya sore, lalu aku memutuskan untuk jalan-jalan sendiri dulu  ke Amsterdam.   Aku diantar Chiel ke stasiun Hilversum.  Aku langsung menuju tempat penjualan tiket dan aku beli tiket retour seharga 10.30 euro. Setelah itu aku menuju papan jadwal perjalanan kereta api untuk melihat platform kereta yang akan kutumpangi ke Amsterdam.  Kulihat dari situ, keretaku akan datang 5 menit lagi.  Huh...sudah lama gak pernah naik kereta, sendirian lagi...rasanya deg-degan juga.  Saat itu aku takut kesasar dan banyak lagi rasa takut merayap di hati, tapi harus aku lawan. Lima menit kemudian benar saja kereta  yang kutunggu datang. Aku  mencoba naik di gerbong atas (kan di Indonesia gak ada kereta bertingkat. hehehe).  Setelah memilih kursi pinggir jendela, tak lama kemudian kereta pun melaju cepat sekali. Waduh  kepalaku rada muterni. Bahaya euy.  Aku baru inget tadi di rumah  hanya sempat makan setangkep roti.  Ah...untung aku bawa pisang. Untuk mengisi perut yang keroncongan aku pun mengambil  pisang dari dalam tas.  Aku tidak bisa menikmati pemandangan di luar, karena kepalaku takut muter lagi. hehehe.  Hanya sekitar 20 menit kereta sudah sampai di Amsterdam.  Aku  pun turun ke bawah lewat pintu samping (karena stasiun sedang dalam renovasi).

Pas sampai di luar akupun  menunggu Nani di depan jalan trem. Aku sama sekali tidak melihat dia di sana.  Waduh mulai panik nih. Setelah saling mencari akhirnya ketemu juga, tiga orang yang kucari yaitu; Nani Hoorn, Nani Bandung, dan Mieke (ponakannya Nani Hoorn).  Mereka bertiga baru saja melihat museum Madam Tussaud.  Setelah  bertemu mereka lalu kita pun beranjak dari situ, tujuan kali ini  mereka ingin melihat Museum Sex.  Sementara aku hanya menunggu di luar.  Males ah...sayang beli tiket seharga 8 euro. Karena hari mulai siang dan perut mulai keroncongan, kita pun ingin mencari resto Indonesia.  Duh udah kebayang makan bakso yang anget dan pedes pasti mantap di udara yang dingin seperti hari itu. Restoran Si Joe adalah sasaran yang akan kita tuju.  Jalan menuju resto itu lumayan jauh, berkelak kelok ngelewatin toko dan gang-gang, duh ...gak taunya setelah kaki lumayan pegel dan menahan liur bayangin bakso panas...ternyata gagal total.  Restoran Si Joe tutup. Setelah berembuk sebentar, akhirnya kita pun sepakat mencari resto Thai, dingin-dingin begini  pasti enak bener makan tom yam gung yang panas pedes.  Kita jalan lagi mencari resto Thai.  Untung gak jauh dari situ kita menemukan resto Thai yang bernama Thaise Bird.  Restonya keliatan otentik. Gak besar restonya , tapi rame pengunjung. Wah...ini dia tandanya pasti makanan di situ yummy.Kita berempat langsung masuk ke dalam.  Aku pesan tom yam gung jamur dan udang plus teh jasmine.  Tom yamnya bener-bener enak, nasinya juga pulen. Di situ kita juga disuguhin kacang mede goreng. Hmm...gak nyesel deh makan di situ.  Hati puas, perut kenyang.  Dari resto Thaise  Bird itu, kita pun jalan lagi. 

Dalam perjalanan itu  aku  tak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk mengabadikan segala keindahan dan keunikan tempat yang kulewati.  Saat aku sibuk memotret-motret dengan kamera mungilku,  aku pun baru sadar bahwa aku tertinggal oleh ketiga temanku yang lain. Busset... aku gak  lihat mereka.  Padahal jalan kecil di situ banyak sekali.  Aku bingung kemana harus mencari mereka.  Untung pulsa hapeku masih sisa sedikit.  Mereka bilang ada di tempat rondvaart, tapi tempat rondvaart ada dua. Setelah mencari-cari mereka kesana-kemari, akhirnya ketemu juga ternyata mereka  di tempat rondvaart yang di depan hotel Victoria. Aku pun jalan kaki ke sana. Tadinya aku gak mau naik rondvaart (selain dulu aku sudah pernah, bisa ngirit uang juga), tapi ah ngapain juga nunggu di geladak sendirian, sementara hawa saat itu dingin banget. Akhirnya kuputuskan naik rondvaart juga bersama mereka. Setelah sekitar satu jam kita berada  dan muter-muter mengelilingi kanal dengan  rondvaart kita pun turun.  Kita pun meneruskan perjalanan. Kali ini Nani Bandung dan Mieke ingin shopping. Lalu masuk lah kita ke toko C&A.  Kata Nani  Hoorn,  C&A lagi sale. Aku cuma ikutan masuk hanya ingin sekedar cuci mata. Kulihat barang-barangnya gak sebagus di Metro atau Sogo di Jakarta. hehehe. Mungkin memang koleksinya pas lagi gak bagus saat itu.  Belum lagi harganya maharani bambang. Aku lihat mereka pun gak ada yang beli. Dari C&A  kita berempat sepakat pengen ngemil.  Kita pun mencoba petat Belgie  yang kondang karena enaknya.   Kita beli petat Belgie yang ukuran large, karena  untuk disantap berempat.  Gak taunya ....masyaallah  bener-bener large alias buanyaakkk banget.  Sambil menghangatkan badan, dan meluruskan kaki kita pun colek-colek petat  yang masih anget dengan mayonnaise. Perut udah kenyang, tapi petat masih juga gak abis. Akhirnya sisanya dibuang juga ke tong sampah. Masih juga penasaran dengan shopping, kita jalan lagi ke Kalvestraat (pertokoan juga).  

Kita menyusuri jalan dari ujung ke ujung.  Paha rasanya pegel. Sementara sepatu yang kupakai kurang nyaman, aku butuh sepatu yang lebih enteng. Di sebuah toko akhirnya aku menemukan sepatu sniker harganya sekitar 15 euro. Lumayanlah sepatu berwarna abu-abu terbuat dari kain kanvas. Enteng banget kayak sepatu balet. Dipakenya juga enak. Alhamdulilah untung jam sudah menunjukkan jam 6 sore. Toko-toko akan tutup. Kalau belum tutup pasti mereka akan tetep jalan lagi keluar masuk toko. Dari Kalvestraat  kita menyebrang ke stasiun kereta, aku diantar mereka sampai platform 10b. Keretaku ternyata gak lama lagi datang. Kereta di sana selalu tepat waktu. Terlambat sedikit saja kita udah pasti tertinggal. Perjalanan dengan kereta dari Amsterdam ke Hilversum ternyata hanya memakan waktu 18 menit. Duh rasanya lega deh. Sampai di stasiun Hilversum kontras banget dengan stasiun centraal, di sini lebih bersih dan lengang gak kayak di Amsterdam, banyak sekali orang dan kesannya agak serem. Tadinya dari stasiun aku mau langsung jalan kaki ke tempat Dewi, tapi ah kakiku terasa capek. Aku pun memutuskan naik bis, kebetulan aku  lihat bisku, nomor satu jurusan Kerkelanden masih menunggu. Akhirnya aku pun naik bis itu dengan bayar 1,50 euro. Aku pun turun di halte. Dari sana aku dijemput Riana dan anaknya Dewi  goncengan naik sepeda. Di rumah Dewi orang-orang sudah banyak sekali. Pesta ulang tahun pernikahan Didi dan Dewi meriah sekali belum lagi makanannya wow lumayan melimpah. Lezat-lezat lagi. Pesta pun berakhir  jam 12 malem. Badan rasanya ringsek dan mata  berat menahan kantuk.


Plan ke Paris dan Brugge



Hari ini mendung, hujan, dingin.... gak kemana-mana.  Hanya Indah dan Chiel yang pergi ke Utrecht. Aku di rumah  sendirian menonton bola  antara Jerman melawan Serbia yang berakhir kemenangan Serbia 1-0.  Tak lama kemudian Indah dan Chiel datang. Untuk makan siang Indah membuat nasi goreng.  Aku pun  mengobrol dengan Indah tentang rencana pergi ke Paris bersama Nani, Ida, dan salah satu teman mereka yang tinggal di Jonkopings, Swedia juga mau ikut.  Rencananya kita akan berangkat tanggal 2 Juli sampai tanggal 5 Juli.  Dari Nederland kita berangkat mampir dulu ke Brussels lalu baru ke Paris. dan mungkin nanti pulangnya mampir ke Brugge.Di Paris kita rencananya akan tinggal di hotel Mariott yang kurang lebih 8 kilometer dari tengah kota Paris. Dari hotel kita akan jalan-jalan ke kota Paris dengan mengendarai bis dan metro. Hari pertama kita akan mengunjungi menara Eiffel,  Champs Elysses,  Arc de Triomph, Trocadero, Notre Dame,  Museum Louvre, dan Jardin de Tuileries.  Lalu hari ke dua ke Montmartre, Montparnasse, dan Du Pere Lachaise.  Dan di Brussels kita akan mampir ke Museum Rene Margritte yang bertempat di Koningsplein 1 Place Royale. 1000 Brussels, Belgie.  Aku browsing di internet ternyata tiket masuk untuk dewasa 7 euro. Sementara untuk anak remaja sampai dengan usia 23 tahun bayarnya 6 euro dan buat anak di bawah 9 tahun gratis.

ALMERE
Hari itu mau ada pesta perpisahan Nicki, anaknya Siska, temennya Indah.  Nicki akan pergi ke Nepal. Pesta perpisahan akan diselenggarakan di daerah Almere.  Indah sibuk membuat rabarber cake, apel cake, dan pisang goreng.  Pisang goreng dengan sepuluh pisang tanduk yang besar-besar. Aku menggoreng dari jam 11.30 siang sampai jam 14 siang.  Semua harus udah siap jam 15 karena Siska akan mengambil makanan itu untuk pesta di Almere nanti. Betul saja pas jam 15.30 Siska datang ke rumah Indah untuk mengambil cake serta pisang goreng yang akan dibawa ke Almere. Jam 6 sore kita semua berangkat ke Almere.  Sesampainya di Almere pesta diselenggarakan di sebuah tempat, seperti gedung pertemuan.  Kebanyakan yang hadir di situ adalah teman-temannya Nicki dan kerabat ibu dan neneknya (org Indo  yang masih sehat).  Pada acara itu  disediakan nasi, gado-gado, sate, etc. Setelah  makan, minum dan ngobrol ngalor ngidul jam 8 malem kita pamitan. Sepulang dari situ kita masih akan melanjutkan pesta  ulang tahun anaknya Narti yang bernama  Natahalia, di Hoorn.  Sampai Hoorn udah jam 9 malem.  Pestanya lumayan meriah banyak anak muda dan ibu-ibu yang datang ke pesta itu. Seperti biasa makanan yang disediakan adalah makanan Indonesia, seperti mie goreng (enak banget), acar, rendang, balado telor, dan beberapa lagi.  mKarena yang ultah anak muda maka malam itu musik disko pun mulai memenuhi ruangan. Huh senangnya melihat tingkah laku mereka.  Jadi ingat masa muda dulu. Uhuk...uhuk

Ke Benningbroek

 



Setelah puas jalan-jalan di Volendam kita mengantarkan Nani ke rumah Ida di Benningbroek, Hoorn. Rumah di Benningbroek ini beda lagi semua masih berbau tradisional.  Gaya-gaya rumah para peternak/pertanian (bouderij).  Rumah Ida berada di pinggir jalan, tapi kebun di belakangnya besar sekali dengan rumput terhampar luas. Belum lagi aneka pohon pear, plum, apel, pohon walnut, bessen, sampai rabarber  semua ada hm seperti di nirwana. Oh iya di Belanda sini daun rabarber yang bentuknya seperti pohon talas, dan biasanya sering dibuat cake. Tapi yang dipakai bukan daunnya melainkan batangnya. Rasanya asam sekali.  Batang rabarber itu dihancurkan lalu dicampur terigu, telur dan sebagainya lalu dipanggang dan disantapnya dengan slagrom yang manis gurih. Hari itu kebetulan Ida membuatkan bubur rabarber yang dimakan dengan yogurt.  Katanya sih gak boleh sering makan rabarber, karena bisa mengurangi kalsium kita.  Sepulangnya aku dari rumah Ida dalam perjalanan aku merasakan bahwa betapa baiknya Indah dan Chiel yang menerima aku selama 3 bulan menginap di rumahnya, makan dan tidur gratis bahkan diajak jalan-jalan jauh melihat kota dan tempat-tempat indah di Belanda.  Aku sama sekali tidak pernah membayangkan hal ini.  Bagaimana nanti aku membalas kebaikan mereka?? Ah biarlah semesta yang akan membalas budi baik mereka. Semoga kedatanganku ke tempat ini membawa barokah yang baik buat keluarga ini.  Amin

pohon rabarber. 
kue dari rabarber.

Mencoba Ikan Haring di Volendam





Pagi hari itu kita akan menjemput Aminah dan Dick untuk mengantar mereka ke Schipol, karena mereka mau holiday ke Indonesia.  Setelah dari Schiphol kita pergi lagi ke Zaanse Schans mengantar Nani ke sana, karena selama liburan di NL ini dia belum pernah menjejakan kakinya ke sana. Dari Zaanse Schans kita pergi ke Volendam.  Setelah belasan tahun menapakkan kaki di Volendam, akhirnya hari itu aku bisa kembali lagi melihat kota pelabuhan ini.  Rasanya semuanya belum berubah. Pelabuhan dan burung-burung yang berterbangan. Jajaran kios souvenir, restoran, cafe, dan tempat berfoto dengan kostum nelayan Volendam berjejer di pinggir jalan.  KIos-kios yang menjual ice cream, dan makanan laut seperti ikan haring yang kondang itu pun masih banyak kita temui di sini.Melihat Nani ingin berfoto dengan kostum nelayan Volendam, aku pun ingin lagi berfoto dengan kostum itu. Bayarnya 13 euro. Sayang baru masuk ke studio udah disambut 2 orang perempuan, yang satu fotografernya dan yang satu lagi yang memakaikan baju plus pengarah gaya. Huh jadi gak enak, karena gayanya mereka yang ngatur.  Jadi gak bebas in action. Setelah dijepret lalu kita pun harus menunggu setengah jam sampai fotonya jadi.   

Selama menunggu foto selesai, kita jalan-jalan melihat pelabuhan dan kapal-kapal yang berlayar. Sementara banyak sekali burung-burung yang hinggap di pagar. Di saat itu pun aku melihat Chiel membeli ikan haring mentah yang dimakan dengan irisan bawang putih dan acar timun.  Wah sudah lama aku ingin mencoba makanan khas Belanda ini, tapi dulu-dulu aku selalu enggan, takut muntah. Tapi kali ini  aku tidak mau membuang kesempatan, aku pun mencoba.  Ikan haring segar sudah dipotong-potong, dimakan dengan irisan bawang putih dan acar timun. Hm...ternyata gurih. Lumayan enak juga. Setelah makan ikan haring, kita beli ice cream. Karena cuaca sangat panas jadi nikmat sekali makan ice cream sambil duduk ditiup angin laut sementara burung-burung beterbangan dan hinggap di dek kapal, di pagar,  di trotoar, di dahan pohon.....   Pemandangan laut yang bersih, indah, dan cukup menawan.  Volendam  belasan tahun yang lalu dan sekarang nyaris tak berubah.  Siang itu sebelum melanjutkan perjalanan aku habiskan sisa ice creamku, seperti biasa aku memesan ice cream mango, hm....nikmatnya.