Selasa, 26 April 2011

Merenung Di Sayap MH 016




Di dalam badan pesawat, aku kembali merenung.  Aku tak tak tahu mengapa kini aku menjejakkan kakiku lagi ke sini. Awalnya hanya pembicaraan ringan dengan temanku yang sudah lama tinggal di Belanda menawariku vakantie. Saat itu aku langsung mengiyakan saja. Karena aku benar-benar sudah sedemikian jenuh dengan pekerjaanku. Otakku sudah benar-benar buntu. Seperti ballpoint sudah tidak bisa mengeluarkan tinta lagi. Ibaratnya kalau menulis pun harus diketok-ketok terlebih dahulu. Buntu sebuntu-buntunya. Dalam perjalanan waktu pun, aku kembali menimbang, bijakkah aku pergi ke sana? Sementara aku saat ini tidak memiliki pekerjaan. Tapi kudengar kata hatiku yang berbisik lirih, pergilah…ke  sana.  Kita tidak pernah tahu, dengan siapa nanti kita bertemu. Dan kita juga tidak pernah juga tahu akan menemukan apa di sana. Melangkah akan lebih baik ketimbang diam tidak melakukan apa-apa.

Perjalanan Kuala Lumpur – Amsterdam memakan waktu sekitar 12 jam. Bosan rasanya pergi sendirian. Waktu terasa lama berputar.  Beda sekali waktu pertama kali pergi ke sana dulu bersama-sama teman-teman…terasa sangat excited sekali. Sekarang terasa melayang sendirian seperti layangan putus.  Tapi aku percaya, ini bukan sebuah kebetulan. Aku ikuti saja titah semesta kali ini.Makanan di pesawat dari KL ke Amsterdam lumayan yummy.  Di badan pesawat MH 016 tetanggaku kebanyakan anak-anak keturunan Cina Malaysia yang akan tour ke  Eropa.  Sementara mereka sibuk mengobrol  dengan teman-teman mereka aku pun mengkhayal...alangkah senangnya jika dalam perjalanan ada teman yang bisa diajak bercengkrama. Diajak ngobrol pasti suasana akan terasa beda. Lebih semringah.Gak kebayang bagaimana sekarang suasana dan situasi di negeri Belanda. Rasanya blank banget. Kuikuti jalan semesta yang penuh kelok, batu, dan duri. Haru yang indah. Jalan yang tak pernah kuduga. Tak juga pernah kubayangkan. Kini menuntunku kembali sampai ke sana.Seperti seorang musafir yang telah berjalan jauh. Tak ada warna dan harum yang persis sama walau di tempat yang sama. Bila dulu aku ke sana selalu musim dingin. Kali ini aku datang di musim semi. Aku tak pernah melihat bunga-bunga bermekaran di musim semi. Tulip di taman? Kini aku akan melihatnya. Sebuah kesempatan yang tak pernah kuduga. Sebuah kesempatan yang anehnya saat ini aku rasakan biasa saja.



SCHIPOL
Jam 6.37. pesawat mendarat di bandara Schipol. Begitu kaki menjejakan bandara itu…wanginya masih sama seperti dulu. Aku seperti tak asing. Begitu sampai di antrean imigrasi. Petugas menanyakan banyak hal dan aku tak menyangka akan diinterogasi habis-habisan. “Untuk urusan apa kamu ke sini?” katanya petugas imigrasi perempuan dengan ketusnya. Aku jawab, “holiday.”  Lalu dia bertanya lagi, “ Nginep di mana?”  Kujawab lagi, “ Di rumah teman.”  Terus dia nanya lagi, “ Alamatnya di mana? Mana surat undangannya?”. Aku bilang, ada di dalam koper. Wajahnya yang kejam seolah tak percaya dengan jawabanku. Lalu dia memanggil petugas yang lain untuk menginterogasiku. Aku digiring ke ruang lain. Di situ aku ditanya, berapa bawa uang?  Aku tunjukkan uangku di dalam dompet. Sambil aku bilang, masih ada uangku yang lain di dalam koper. Hehe…padahal yang di dalam koper juga tak seberapa dalam hatiku. Setelah diinterogasi akhirnya aku diperbolehkan keluar lewat pintu belakang. Ah…ada-ada aja tuh petugas. Lagian ngapain juga gue tinggal di Belanda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar